Cari Blog Ini

Minggu, 11 Desember 2011

Merespon Emosi


Kita cenderung lebih menyadari emosi yang ada dalam diri kita ketika upaya kita dalam mencapai tujuan dihambat (marah, sedih, frustrasi, kecewa, dll). Atau sebaliknya ketika tujuan kita tercapai (senang, gembira). Emosi akan menjadi semakin jelas peranannya bila kita dapat mengingat beberapa hal berikut:

  1. Hampir seluruh suka dan duka dalam hidup ini berhubungan dengan emosi
  2. Seringkali perilaku manusia dihasilkan oleh kekuatan emosional (meskipun beberapa pandangan menyatakan banyak perilaku berdasarkan alasan logis dan objektif)
  3. Seringkali pertentangan antar pribadi dihasilkan karena penonjolan emosi (sombong, marah, cemburu, frustrasi dll)
  4. Pertemuan antar pribadi seringkali disebabkan emosi seperti belaskasih, sayang, perasaan tertarik dll.
Bila mengingat hal-hal tersebut maka sangatlah penting bagi individu untuk merespon emosi secara tepat. Dengan kata lain, emosi ibarat pisau bermata dua: cara seseorang mengatasi masalah secara emosional akan dapat memperkaya wawasan kehidupannya, namun juga dapat menyusahkan hidupnya sendiri. Bagaimana seseorang menyadari, menyampaikan dan mengintegrasikan emosi dapat dilihat dalam contoh berikut ini:
Andaikan anda berada dalam situasi sedang bertukar pikiran dengan seorang teman. Dalam pembicaraan tersebut timbul beberapa perbedaan pendapat yang ternyata sangat sulit untuk disamakan.  Makin lama suara Anda dan teman Anda makin meninggi dan tekanan darah meningkat. Anda mulai tegang, tindakan apa yang harus anda lakukan?
Dalam menghadapi situasi demikian, ada 2 pilihan tindakan anda dalam merespon emosi. Keduanya memiliki dampak yang sangat berbeda bagi diri anda. Cara merespon emosi dapat dibedakan menjadi "Respon yang Sehat" dan "Respon Tidak sehat". 

                                                                       

SEHAT

TIDAK SEHAT

1.    Sadarilah emosi. Anda berpaling sebentar dari pertengkaran mulut tersebut (mis: pergi keluar ruangan) dan memperhatikan baik-baik beraneka ragam emosional yang sedang anda rasakan. Lalu tanyakan pada diri anda: apa yang aku rasakan? Malu (karena teman anda lebih benar/baik), atau takut (ia lebih pandai dan semakin lama semakin marah), merasa lebih (karena anda merasa menang beberapa hal dari kawan anda dan seringkali ia mengakui)? Atau masih adakah emosi-emosi lainnya yang muncul?
2.    Akuilah emosi. Dengan sadar anda perhatikan emosi anda yang terjadi pada saat itu agar anda tahu emosi apakah itu. Perkirakan berapa kuat emosi itu. 
3.    Selidikilah emosi! Bila anda benar-benar ingin mengetahui banyak-banyak tentang diri sendiri, tanyakan mengapa kemarahan terjadi, bagaimana ia masuk pada diri anda dan dari mana asalnya. Telusurilah jejak asal emosi itu. Mungkin anda dapat menyingkap seluruh sangkut pautnya saat ini, namun anda mungkin akan menjumpai semacam rasa rendah diri yang belum pernah anda akui keberadaannya.
4.    Ungkapkanlah emosi Anda. Apa adanya saja. Tanpa ada interpretasi, tanpa penilaian. Katakan: Ayo kita berhenti sebentar, saya merasa terlalu tegang, jangan-jangan saya akan mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak diinginkan untuk dikatakan. Dalam hal ini penting sekali untuk tidak menuduh atau memberikan penilaian dalam memberitahukan perasaan ini kepada teman anda. Anda tahu pasti bukan kawan bicara anda yang salah. Tetapi dalam diri anda sendiri terdapat sesuatu hal yang kurang beres.
5.   Integrasikan emosi. Setelah mendengarkan emosi anda, setelah menanyakan dan mengungkapkan, sekarang biarkan akal sehat menilai apa yang sebaiknya anda lakukan. Katakan misalnya : mari kita mulai lagi, rupanya tadi saya terlampau ngotot, hingga tidak dapat mendengarkan dengan baik. Saya ingin mendengar alasanmu lagi. Atau: kamu tidak keberatan kalau kita akhiri saja perdebatan ini. Saat ini saya merasa mudah tersinggung untuk membicarakan hal yang serius.
1.   Jangan pedulikan reaksi emosional! Perasaan tak ada hubungan dengan perdebatan itu. Lebih baik katakan pada diri  sendiri;  saya tidak tegang sama sekali, kalau anda berkeringat, katakan bahwa suhu udara di ruangan panas. Kuburkan perasaan dalam-dalam dan jangan hiraukan.  Merasakan ketegangan emosi dalam sebuah diskusi ilmiah tidaklah pantas bagi anda seorang intelektual.
2.    Ingkari keberadaan emosi. Katakan pada diri sendiri dan orang lain; saya tidak marah, tidak! Emosi lebih mudah diingkari dengan jalan memusatkan perhatian pada jalan perdebatan saja. Jangan sampai perhatian dibelokkan oleh emosi! Minumlah obat, bila diperlukan. Karena biasanya akan tercetus sebagai penyakit maag, asam urat, tekanan darah tinggi, bahkan serangan jantung.
3.    Cari terus bahan-bahan penangkis. Orang dengan pemikiran sehebat anda, segera akan menyerang secara frontal. Saat ini adalah saat menang atau kalah. Anda perlu memperlambat arus kata-kata. Anda tidak boleh menjadi gagap, tetapi andapun tidak boleh berhenti untuk berbicara. Karena kawan anda  dapat mengemukakan bukti kuat dan anda akan kalah. Pusatkan pada perdebatan dan jangan kendur untuk terus mencekiknya.
4.   Jika ingin membabi buta dan menghendaki perpecahan, salahkan dia. Sebutkan beberapa cacat pribadi. Misalnya katakan: tak mungkin membicarakan hal ini secara tenang dengan dirimu. Kamu ini terlalu galak. Kamu tidak pernah mendengar pendapat orang lain (memukul rata seperti ini juga sangat mengena). Kamu pikir kamu ini Tuhan, apa!
5.    Karena tidak mengaku punya emosi, anda tidak perlu repot-repot mencoba menyelidiki reaksi-reaksi dari emosi. Meski demikian emosi-emosi yang ditekan memerlukan jalan keluar. Maka pergilah saja dengan perkataan gusar, lalu minum dua pil aspirin dan tetap ingat betapa bodohnya kawan anda tadi.
Dari kedua respon yang diatas dapat terlihat dengan jelas akibat-akibat yang akan timbul dalam kehidupan individu dari caranya merespon emosi. Sebagai orang yang dituntut untuk bersikap dewasa dan sehat tentunya anda sudah tahu respon mana yang akan anda pilih. Dan mulai hari ini anda dapat memulai untuk hidup lebih sehat dan bahagia dalam merespon emosi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar