Cari Blog Ini

Jumat, 11 April 2014

Mencari Pendamping Jokowi, Ini Saran Fengsui






Hasil sementara pemilihan legislatif, Rabu, 9 April 2014, yang menempatkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di urutan pertama dengan meraih 19,3 persen suara, memastikan Joko Widodo (Jokowi) maju untuk bertarung di pemilihan presiden Juli mendatang. 

Lalu siapa pendamping Jokowi? Jokowi mengatakan dirinya tidak mempermasalahkan usia, profesi, maupun dikotomi sipil-militer. "Yang penting bisa diajak kerja sama, kerjanya cepat," kata Jokowi, Rabu, 9 April 2014.     

Ahli fengsui dan grafologi Indonesia, Ferry Wong, mencoba menganalisis pasangan Jokowi dari partai lainnya. Sebelumnya, pada pemilihan gubernur DKI Jakarta 2013, Ferry menganalisis pasangan Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan mengatakan keduanya saling mengisi dan menguatkan. Berikut rincian analisis Ferry yang disampaikan kepada wartawan Tempo, Rina Atmasari, 4-5 April 2014.  

1. Jokowi-Jusuf Kalla 
Nama Jusuf Kalla sering disebut sebagai pasangan ideal Jokowi. Karakter tegas mantan Wakil Presiden tersebut dinilai mampu mengimbangi Jokowi yang santun. 
 
Dari analisis fengsui, Jusuf Kalla mencerminkan pribadi yang selalu ingin dikelilingi banyak orang. Pribadi yang dapat menjadi pemimpin yang banyak disorot.

Analisis yang sama dengan Jokowi. Jokowi memiliki pribadi yang tidak bisa menyendiri. Jokowi dinilai bisa memimpin dan selalu bersikap tidak memihak. (Baca: 
Duet Jokowi-Jusuf Kalla Raih Elektabilitas Tertinggi)

"Jika dipasangkan, pasangan ini akan mendatangkan kebaikan," kata Ferry. Selain itu, pasangan ini dapat menciptakan kepemimpinan yang kuat karena keduanya bisa mengalahkan kepentingan masing-masing. Pasangan ini lahir dari unsur logam dan air yang sifatnya saling membantu. Saling mengisi kekurangan masing-masing sehingga tercipta keseimbangan visi dan misi. "Jokowi akan selalu bangkit menghadapi semua masalah jika mendapat dukungan. Jusuf Kalla dapat memberikan dukungan itu." (Baca: 
Capres, Duet Jokowi-JK Terpopuler di Dunia Maya)

2. Jokowi-Aburizal Bakrie 
Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (Ical) pernah menyatakan keinginannya untuk menjadikan Jokowi sebagai calon wakil presiden yang mendampinginya nanti.

Menurut Ferry, keduanya tidak pas dijadikan pasangan. Duet Jokowi-Ical cenderung dapat menghasilkan energi yang bersifat emosional. (Baca: 
Ical Buka Peluang Berduet dengan Jokowi

"Besar kemungkinan, akan sering terjadi kesalahpahaman yang sulit dimengerti," kata Ferry. Pasangan ini juga sama-sama terlahir dengan unsur logam yang memiliki sifat keras dan selalu berpegang pada pendirian masing-masing. Jika berpasangan, keduanya akan meninggalkan banyak persoalan yang tidak terselesaikan selama priodenya. 

3. Jokowi-Prabowo Subianto 
Mantan Komandan Jenderal Kopassus ini menunjukkan karakter militernya yang tegas, berwibawa, dan keras. Karakternya berbeda jauh dengan karakter Jokowi yang jauh dari karakter militer, meski ia juga tegas, pekerja keras, lincah, dan cepat mengambil keputusan. Dari kacamata fengsui, duet Jokowi-Prabowo cenderung dapat menghasilkan energi yang besar dan bersifat emosional. "Akan terjadi tarik-ulur kepentingan politik," kata Ferry. (Baca:
 Prabowo: Saya Tak Cocok Jadi Wakil Presiden)

Jokowi dan Prabowo sama-sama terlahir dari unsur logam. Logam bersifat keras dan selalu teguh pada pendirian. Meski begitu, pasangan ini juga bisa membawa kebaikan, kesenangan, kerukunan, dan keselamatan. Agar dapat bekerja sama demi kemajuan Indonesia, menurut Ferry, keduanya harus saling mengalah.

4. Jokowi-Hatta Rajasa
Jokowi dan Hatta merupakan pribadi yang sama-sama selalu ingin dikelilingi banyak orang. Keduanya cenderung tidak bisa menyendiri. Dari kesamaan tersebut, keduanya dinilai bisa bekerja sama dalam menjalankan pemerintahan. Ferry menilai keduanya berpeluang untuk menghasilkan kebaikan. Keduanya bisa saling mengalah untuk kepentingan negara. (Baca:
 Hatta Disebut Cawapres Terkuat Partai Islam)

Menurut Ferry, duet Jokowi-Hatta sama analisanya dengan Jokowi-JK. Jokowi-Hatta terlahir dari unsur logam dan air yang sifatnya saling membantu dan saling mengisi. Jokowi yang memiliki sifat yang bangkit, cepat bertindak menghadapi semua persoalan akan dapat dukungan dari Hatta yang penuh dengan ketelitian dan berbagai pertimbangan. (Baca: 
Lawan Jokowi, Pengamat:Prabowo Kepedean)

5. Jokowi-Mahfud Md
Jokowi dan Mahfud dinilai mampu menciptakan pemerintahan yang kuat dan serius. Keduanya dinilai memiliki kecocokan untuk memimpin bangsa. Ferry mengatakan kedua pasangan ini akan bisa saling mengisi dalam memimpin Indonesia. "Keduanya cocok dan lebih bijak," kata Ferry.  (Baca: 
Kiai NU Pertimbangkan Duet Mahfud-Jokowi)

Dari kacamata fengsui, Jokowi mencerminkan pribadi yang tenang dan selalu dikelilingi banyak orang. Sedangkan Mahfud Md,. digambarkan sebagai pribadi yang mudah emosi dan tidak bisa diam. Sehingga Mahfud akan bisa mengimbangi Jokowi. Namun, keduanya juga bisa saling melemahkan, melihat keduanya terlahir dari unsur logam dan api yang dapat saling mengalahkan sekaligus menguatkan. "Tergantung situasi dan kondisi kepentingan politik." (Baca: 
Tawarkan Cawapres, PDIP Ajak Mahfud Md Bergabung)

6. Jokowi-Dahlan Iskan 
Jokowi-Dahlan merupakan sosok yang ambisius. Jika keduanya berpasangan dalam pemilu 2014, duet ini akan menciptakan pemerintahan yang semangat serta ambisius dalam kepentingan. Jokowi-Dahlan cukup bagus jika dipasangkan. "Akan dapat tercipta pemerintah yang kuat dan berambisi," kata Ferry. Dari kacamata fengsui, Jokowi merupakan sosok yang bisa menjadi pemimpin, wataknya yang santun membuatnya mampu diterima banyak orang. (Baca: 
DahlanMenolak Bicarakan Strategi Kalahkan Jokowi)

Ini lalu menjadikan Jokowi sebagai pemimpin yang banyak mendapat banyak disorot. Sedangkan Dahlan, mencerminkan pribadi yang mudah mengalah untuk bangkit kembali. Dahlan Iskan dinilai sosok yang tidak memihak. Meski begitu, duet ini masih perlu kerja keras untuk menyamakan pendapat. Melihat keduanya sama-sama terlahir dari unsur logam yang keras. (Baca: 
Bursa Capres, Dahlan Tertarik Duet dengan Jokowi)

7. Jokowi-Surya Paloh 
Hubungan baik antara PDIP dan Nasional Demokrat (NasDem) memunculkan asumsi Jokowi dan Surya Paloh akan dipasangkan di tahun pemilu ini. Bagaimana jika keduanya dipasangkan? Dari kacamata fengsui, duet Jokowi-Surya Paloh memiliki peluang untuk menciptakan kepemimpinan yang kuat namun akan banyak terjebak dengan kepentingan. (Baca: 
Kata Surya Paloh, Ini Syarat NasDem Berkoalisi)

"Kepentingan politik keduanya sangat kuat, sehingga akan bisa terjadi tarik-menarik apabila terlalu memaksakan kehendak," kata Ferry. Pasangan yang sama-sama terlahir dengan unsur logam memiliki sifat yang keras, seperti halnya logam yang cenderung keras dan teguh pendirian. Jika Jokowi dinilai sebagai pemimpin yang banyak disorot, Surya dinilai sebagai pemimpin yang pandai berbicara. (Baca: 
Surya Paloh Sebut Karier Jokowi Sangat Progresif )

8. Jokowi-Gita Wirjawan

Jokowi yang terlahir dengan unsur logam, dinilai tidak akan sejalan dengan Gita Wirjawan yang lahir dengan unsur kayu. Keduanya akan saling melemahkan satu sama lain. (Baca: 
Bersaing dengan Jokowi, Gita Wirjawan Tetap Optimis)

Jika Jokowi dipasangkan dengan Gita Wirjawan, keduanya akan menciptakan kepemimpinan yang kaku. "Keduanya akan cenderung kaku dalam pemikiran dan komunikasi, pandangan politik," kata Ferry. Kondisi pasangan ini akan bergantung pada kondisi kepentingan politik. "Keduanya bisa saling melemahkan sekaligus menguatkan." ..
Sumber :

Rabu, 02 April 2014

Sang Jendral (Purn) Keturunan Pangeran Diponegoro

 
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto yang mengendarai kuda saat kampanye terbuka di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta, Minggu (23/3/2014), menyisakan sebuah kesan kuat.
Setelahnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, menyebut Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto itu keturunan Pangeran Diponegoro.
Menurut Basuki, hal itulah yang melatarbelakangi Jenderal Prabowo melakukan ritual berkuda sembari menyelipkan keris di bagian depan tubuhnya pada kampanye akbar Partai Gerindra.
Aksi itu cukup menyolok dan mengundang penasaran mengapa Prabowo melakukannya.
"Beliau memang keturunan Pangeran Diponegoro. Kalau gue yang pakai keris, baru bingung ntar lu," kata Basuki di Balaikota DKI Jakarta, Senin (24/3).
Benarkah Prabowo Subianto ini keturunan sang pangeran pengobar Perang Jawa (1825-1830) itu? Bukankah ia juga punya darah Minahasa dari garis ibunya, Dora Sigar.
Penelusuran Tribun sepanjang pekan lalu ke sejumlah narasumber di Yogya maupun Manado dan Minahasa, kampung halaman Dora Sigar, menemukan data dan fakta menarik.
Ada semacam paradoks pada diri Prabowo secara historis, berdasar riwayat keluarganya. Dari Langowan, kota kecil di Minahasa Utara, diperoleh informasi di tubuh Prabowo dan saudara- saudaranya masih mengalir darah Benyamin Thomas Sigar alias Tawajln Sigar.
Kapiten Langowan
Siapakah dia? Tawajln Sigar ini tetua keluarga di Langowan, yang pernah menjadi kapiten ketika pasukan Tulungan atau pasukan bantuan(hulptroepen) dari suku-suku di Minahasa dikirim ke Jawa untuk membantu memadamkan perlawanan Pangeran Diponegoro.
Pengiriman hulptroepen dari Minahasa dilakukan dua gelombang. Pertama pada tahun 1826, dan kedua pada 1829.
Kapiten Tawajlin Sigar diberangkatkan di gelombang kedua, di bawah pimpinan Mayor Tololiu Herman Willem Dotulong, tokoh utama pasukan Tulungan.
Bode Grey Talumewo, peneliti muda dan pengumpul data sejarah Minahasa kepada Tribun meyakinkan, Prabowo Subianto merupakan turunan kelima dari Kapiten Langowan, Benyamin Thomas Sigar. Dialah yang ikut membantu Dotulong selama tugas di Jawa.
Bode menjelaskan, turunan Benyamin Thomas Sigar yakni Bastian Sigar yang memiliki anak Laurents T Sigar, Kepala Walak Langowan.
Anak Laurents diberi nama Philip Sigar yang tak menjabat apa pun. Dari Philip lahirlah Philip LF Sigar.
Philip inilah yang merupakan ayah Dora Sigar, ibunda Prabowo dan saudara-saudaranya. Dora Sigar yang dibawa ayahnya ke Utrecht, Belanda, bertemu Prof Dr Soemitro Djojohadikusumo di negeri itu, mereka kemudian menikah.
Philip LF Sigar ini pribadi yang cemerlang. Ia pernah menduduki jabatan Sekretaris Karesidenan Manado (1922-1924), sebelum ditugaskan ke Bandung, Jawa Barat. Ayah Dora Sigar ini menjadi orang Indonesia yang menduduki jabatan tinggi dam strategis di jaman Hindia Belanda.
"Dora Sigar kemudian bertemu dengan Soemitro di Belanda. Saat itu Soemitro kuliah di Belanda. Dari keduanya kemudian lahirlah Prabowo Subianto dan saudara-saudaranya," kata Bode yang kini mengumpulkan data sejarah pemimpin perang era Minahasa lama.