Cari Blog Ini

Minggu, 11 Desember 2011

EQ (emotional quotient) dalam Kepemimpinan


Pada masa era reformasi sekarang ini mencari seorang pemimpin yang tepat memang tidak gampang. Hal tersebut disebabkan kebanyakan suplay tenaga profesional yang tersedia cenderung kurang siap untuk menjadi pemimpin yang matang. Kebanyakan para profesional kita, kalau pun punya pendidikan sangat tinggi sayangnya tidak didukung oleh pengalaman yang cukup. Atau banyak pengalaman namun kurang didukung oleh pendidikan dan wawasan yang luas. Ketimpangan-ketimpangan tersebut bagi seorang pemimpin perusahaan / organisasi memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap keharmonisan dan kinerja dari perusahaan / organisasi.
Banyak pemimpin instant hasil kolusi dan nepotisme di perusahaan-perusahaan Indonesia yang sangat minim kesiapan namun tetap saja dipakai demi kepentingan politik perusahaan. Akibatnya, seperti banyak terlihat di negara ini, banyak pemimpin yang malah membawa perusahaannya ke arah keruntuhan dan kebangkrutan dengan menelan banyak korban material bahkan jiwa. Meskipun demikian, tetap saja mereka memperkaya diri (tanpa merasa bersalah) dengan aset-aset perusahaan bahkan pinjaman bank yang seharusnya dipakai untuk menyehatkan perusahaan.
Fenomena apakah yang terjadi atas para pemimpin atau pun profesional kita? Apa yang kurang atau belum dimiliki oleh para pemimpin perusahaan atau pun organisasi kita sekarang ini? Apa rahasia keberhasilan para pemimpin yang sukses dalam arti sebenarnya?
Kecerdasan Emosional
Ada kalimat yang sangat menarik yang dikemukakan oleh Patricia Patton, seorang konsultan profesional sekaligus penulis buku, sebagai berikut:
It took a heart, soul and brains to lead a people...
Dari kalimat tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa seorang pemimpin haruslah memiliki perasaan, keutuhan jiwa dan kemampuan intelektual. Dengan perkataan lain, "modal" yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin tidak hanya intektualitas semata, namun harus didukung oleh kecerdasan emosional (emotional intelligence), komitmen pribadi dan integritas yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai tantangan. Seringkali kegagalan dialami karena secara emosional seorang pemimpin tidak mau atau tidak dapat memahami dirinya sendiri dan orang lain. Sehingga keputusan yang diambil bukanlah a heartfelt decision, yang mempertimbangkan martabat manusia dan menguntungkan perusahaan, melainkan cenderung egois, self-centered yang berorientasi pada kepentingan pribadi dan kelompok / golongannya sehingga akibatnya adalah seperti yang dialami oleh kebanyakan perusahaan di Indonesia yang high profile but low profit !
Patton sekali lagi mengemukakan pendapatnya bahwa di masa kini perusahaan tidak hanya membutuhkan pemimpin yang punya kapasitas intelektual. Sebab, yang membuat sukses perusahaan atau organisasi adalah pemimpin yang bisa mendapatkan komitmen dari karyawan, konsumen serta manajemennya. Pemimpin seperti itu adalah mereka yang memahami karyawannya sepenuh hati dan sanggup memacu karyawannya memenuhi persaingan global. Singkatnya, pemimpin yang memiliki kecerdasan intelektual dan emosional.
Tipe Kepemimpinan
Daniel Goleman, ahli di bidang EQ, melakukan penelitian tentang tipe-tipe kepemimpinan dan menemukan ada 6 (enam) tipe kepemimpinan. Penelitian itu membuktikan pengaruh dari masing-masing tipe terhadap iklim kerja perusahaan, kelompok, divisi serta prestasi keuangan perusahaan. Namun hasil penelitian itu juga menunjukkan, hasil kepemimpinan yang terbaik tidak dihasilkan dari satu macam tipe. Yang paling baik justru jika seorang pemimpin dapat mengkombinasikan beberapa tipe tersebut secara fleksibel dalam suatu waktu tertentu dan yang sesuai dengan bisnis yang sedang dijalankan
Memang, hanya sedikit jumlah pemimpin yang memiliki enam tipe tersebut dalam diri mereka. Pada umumnya hanya memiliki 2 (dua) atau beberapa saja. Penelitian yang dilakukan terhadap para pemimpin tersebut juga menghasilkan data, bahwa pemimpin yang paling berprestasi ternyata menilai diri mereka memiliki kecerdasan emosional yang lebih rendah dari yang sebenarnya. Pada umumnya mereka menilai bahwa dirinya hanya memiliki satu atau dua kemampuan kecerdasan emosional. Namun yang paling ironi adalah pemimpin yang payah justru menilai diri mereka secara "lebih" berlebihan dengan menganggap bahwa mereka punya 4 (empat) atau lebih kemampuan kecerdasan emosional.
Apa yang Harus Dilakukan?
Oleh karena itu, saran bagi anda yang saat ini menjadi pemimpin atau minimal memiliki bawahan cobalah untuk mempelajari seperti apa tipe kepemimpinan anda. Selain itu cobalah untuk membuka diri untuk mau mempelajari tipe-tipe kepemimpinan yang lain. Namun sebelum itu, Anda harus terlebih dahulu memahami kelebihan dan kekurangan anda sehubungan dengan gaya atau tipe kepemimpinan yang akan anda terapkan.
Jangan menyombongkan diri dahulu bahwa Anda seorang pemimpin yang baik. Bukalah mata hati anda lebar-lebar untuk mendengarkan ide, saran, keluhan atau pun pujian dari karyawan, konsumen dan pihak manajemen, sehingga apapun keputusan yang akan anda ambil dapat dipahami oleh semua pihak dan bersifat obyektif. Lakukan juga penilaian terhadap kinerja anda sendiri, apakah penilaian terhadap diri Anda itu benar-benar obyektif ? Untuk lebih mengetahui obyektivitasnya, bertanyalah pula pada anak buah yang bukan "anak emas" anda. Ok... (jp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar