Cari Blog Ini
Kamis, 03 November 2011
Angin Syahdu
Angin syahdu berdendang merdu, melengangkan jalan nan riuh gemuruh, memaksaku melagu membayangimu, memecah kedinginan karna khayalku. Cintaku... penat ku tunggui esok menjelang, letihku menahan luapan rindu yang menggudang, karna hadirmu belum jua datang, tak sabar kau rengkuh erat ragaku, biar ku rasakan lagi getaran-getaran indah tak menentu, dengan pesonamu yang memikat, buat wajahku merah kelabu. sayangku... aku menunggumu penuh harap kan segera datang.""Rembulan Merindu""
Kelembutan
Pandita kelembutan semegah alam
memberikan kehidupan tanpa materi,
tanpa terpaut memaksa hakikat di bibir jiwa
merasa menjamah amanat
mutiara tanpa nilai penghargaan
dan tanpa melelang harga diri.
Di ujung hari ada sebuah messiah
mungkin agak samar
dan terlihat suara memekik risau,
beri aku dawai !
akan aku rapihkan nadanya melengkapi celah guitarku.
Beri aku note nada di barisan jemari musik alam jiwa,
dan akan ku mainkan serentak improvisasi tarian jemari
menyentuh dawai memetik rintik sengau suara
hembusan kelam memudar ramai.
Bila musisi di beri keluasan ruang jamah,
tak di sadari imaji melaksa menghampar
aneka notasi apresiasi lagunya tercipta pesona hakiki.
Aku semenjak bernyanyi ingin ku cipta
tembang indah menghibur hati yang lemah
bukan merayu dalam syairku,
pada tiap pendaran menyiasatkan kemenangan
dalam perjuangan gelap menuju arah terang
walau tanpa menadah mantra.
Oh engkau penyair terdahulu di surga keabadian,
kami di bawahmu engkau menyambangi kami
menuntun langkah menyentuh gubahan ini
begitu lembut seraya sutra,
halus bak air membasuh kotoran berdebu.
Oh engkau yang penyair,
izinkan panditamu ku jamah !
agar maklumat ini terilhami akan kliman
agitasikan gejolak tanpa prahara.
Langganan:
Postingan (Atom)