Di balik tirai jarak kami
memadu kasih dalam kisah yang
menanti dan menjemput,
di ujung pagi yang belum terlihat
sentuhan pangeran pagi.
Memaknai hari-hari dengan
kecupan bibir jiwa dengan bibir jiwa,
memeluk hati dengan hati
kami bertemu di alam bawah sadar
sekiranya dalam kejiwaan yang
merasuki setiap kerinduan.
Aku memberimu dalam maya
dan kau merasakan nyata,
kau memberiku keindahan
walau tak nampak mata kasat
ku nikmati dengan rabaan tangan rohku.
Padamu aku menyiratkan
sebentuk khayal yang bukan
khayal, ku lengkapi walau
dengan sepotong roti sisa
musim semi yang telah lalu;
Pagiku tak terlihat sinarannya
namun kau terbias sosok
cahaya, aku bukan perjaka
namun inilah aku yang mencintaimu saat ini
meninggalkan masa kemarin.
Dari kejauhan ku melihatmu
sebidang wajah memberikan
senyum memekarkan kelopakmu
pertanda engkau mawar merah
yang terilhami oleh musim
kepada ladang yang kosong
hanya rerumputan.
Dalam kejauhan kami yang
mana telah menjadi kita
merasakan segala rasa berwarna-
warni menghiasi perjalanan iini,
adalah engkau yang memahami
keseluruhan pemahaman;
mengerti tanpa aku ucapkan,
dan engkau tak pernah meminta
selalu memberikan yang terbaik
untuk pertumbuhan cintaku;
karunia seutuhnya bagi kaum
beku yang aku menghangatkan
dinginnya musim salju hatiku,
wanita biasa kesempurnaan
hati yang luar biasa.
Fikiran melayang mengikuti
arah angin berlarian menarik
gumpalan awan malam hinggap
pada kulit angkasa membentuk
wajah-wajah keindahan kliman langit.
Jarak kita teramat jauh,
dan dekat dalam hati kita
rumah alam roh yang memberikan
kenikmatan bercengkerama satu sama lain.
Dia hidupku, pemberi
nyawa pada hela nafasku.
Ketimbang engkau yang dikau,
menyiratkan rasa tak berasio
pemberi gejolak tanpa rasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar